Kamis, 26 Maret 2009

jenis nya pendakian pun

JENIS PERJALANAN / PENDAKIAN
Mountaineering dalam arti luas adalah suatu perjalanan, mulai dari hill walking sampai dengan ekspedisi pendakian ke puncak-puncak yang tinggi dan sulit dengan memakan waktu yang lama, bahkan sampai berbulan-bulan.
Menurut kegiatan dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering terbagi menjadi tiga bagian :

1. Hill Walking / Fell Walking
Perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif landai dan yang tidak atau belum membutuhkan peralatan-peralatan khusus yang bersifat teknis.

2. Scrambling
Pendakian pada tebing-tebing batu yang tidak begitu terjal atau relatif landai, kadang-kadang menggunakan tangan untuk keseimbangan. Bagi pemula biasanya dipasang tali untuk pengaman jalur di lintasan.

3. Climbing
Kegiatan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik khusus. Peralatan teknis diperlukan sebagai pengaman. Climbing umumnya tidak memakan waktu lebih dari satu hari.

Bentuk kegiatan climbing ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Rock Climbing
Pendakian pada tebing-tebing batu yang membutuhkan teknik pemanjatan dengan menggunakan peralatan khusus.
b. Snow & Ice climbing
Pendakian pada es dan salju.

4. Mountaineering
Merupakan gabungan dari semua bentuk pendakian di atas. Waktunya bisa berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Disamping harus menguasai teknik pendakian dan pengetahuan tentang peralatan pendakian, juga harus menguasai manajemen perjalanan, pengaturan makanan, komunikasi, strategi pendakian, dll.

KLASIFIKASI PENDAKIAN
Tingkat kesulitan yang dimiliki setiap orang berbeda-beda, tergantung dari pengembangan teknik-teknik terbaru. Mereka yang sering berlatih akan memiliki tingkat kesulitan / grade yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang baru berlatih.

Klasifikasi pendakian berdasarkan tingkat kesulitan medan yang dihadapi (berdasarkan Sierra Club) :
Kelas 1 : berjalan tegak, tidak diperlukan perlengkapan kaki khusus (walking).
Kelas 2 : medan agak sulit, sehingga perlengkapan kaki yang memadai dan penggunaan tangan sebagai pembantu keseimbangan sangat dibutuhkan (scrambling).
Kelas 3 : medan semakin sulit, sehingga dibutuhkan teknik pendakian tertentu, tetapi tali pengaman belum diperlukan (climbing).
Kelas 4 : kesulitan bertambah, dibutuhkan tali pengaman dan piton untuk anchor/penambat (exposed climbing).
Kelas 5 : rute yang dilalui sulit, namun peralatan (tali, sling, piton dll), masih berfungsi sebagai alat pengaman (difficult free climbing).
Kelas 6 : tebing tidak lagi memberikan pegangan, celah rongga atau gaya geser yang diperlukan untuk memanjat. Pendakian sepenuhnya bergantung pada peralatan (aid climbing).

SISTEM PENDAKIAN
1. Himalayan System, adalah sistem pendakian yang digunakan untuk perjalanan pendakian panjang, memakan waktu berminggu-minggu. Sistem ini berkembang pada pendakian ke puncak-puncak di pegunungan Himalaya. Kerjasama kelompok dalam sistem ini terbagi dalam beberapa tempat peristirahatan (misalnya : base camp, flying camp, dll). Walaupun hanya satu anggota tim yang berhasil mencapai puncak, sedangkan anggota tim lainnya hanya sampai di tengah perjalanan, pendakian ini bisa dikatakan berhasil.
2. Alpine System, adalah sistem pendakian yang berkembang di pegunungan Alpen. Tujuannya agar semua pendaki mencapai puncak bersama-sama. Sistem ini lebih cepat, karena pendaki tidak perlu kembali ke base camp, perjalanan dilakukan secara bersama-sama dengan cara terus naik dan membuka flying camp sampai ke puncak.

PERSIAPAN BAGI SEORANG PENDAKI GUNUNG
Untuk menjadi seorang pendaki gunung yang baik diperlukan beberapa persyaratan antara lain :

1. Sifat mental.
Seorang pendaki gunung harus tabah dalam menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan di alam terbuka. Tidak mudah putus asa dan berani, dalam arti kata sanggup menghadapi tantangan dan mengatasinya secara bijaksana dan juga berani mengakui keterbatasan kemampuan yang dimiliki.

2. Pengetahuan dan keterampilan
Meliputi pengetahuan tentang medan, cuaca, teknik-teknik pendakian pengetahuan tentang alat pendakian dan sebagainya.

3. Kondisi fisik yang memadai
Mendaki gunung termasuk olah raga yang berat, sehingga memerlukan kondisi fisik yang baik. Berhasil tidaknya suatu pendakian tergantung pada kekuatan fisik. Untuk itu agar kondisi fisik tetap baik dan siap, kita harus selalu berlatih.

4. Etika
Harus kita sadari sepenuhnya bahwa seorang pendaki gunung adalah bagian dari masyarakat yang memiliki kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang berlaku yang harus kita pegang dengan teguh. Mendaki gunung tanpa memikirkan keselamatan diri bukanlah sikap yang terpuji, selain itu kita juga harus menghargai sikap dan pendapat masyarakat tentang kegiatan mendaki gunung yang selama ini kita lakukan.

Teknik Dasar Pendakian / Rock Climbing

Teknik Mendaki

1. Face Climbing
Yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau rongga yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para pendaki pemula biasanya mempunytai kecenderungan untuk mempercayakan sebagian berat badannya pada pegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaan yang salah. Tangan manusia tidak bias digunakan untuk mempertahankan berat badan dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat melelahkan untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan merapatkan berat badan ke tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan kaki. Hal ini memberikan peluang untuk tergelincir.Konsentrasi berat di atas bidang yang sempit (tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan kestabilan yang lebih baik.

2. Friction / Slab Climbing
Teknik ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu. Ini dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar diperoleh dengan membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik dan pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik.

3. Fissure Climbing
Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolah-olah berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan, dikenal teknik-teknik berikut.

* Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar. Jari-jari tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/diselipkan pada celah sehingga seolah-olah menyerupai pasak.
* Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua tangan diletakkan menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas bersamaan dengan kedua kaki yang mendorong dan menahan berat badan.
* Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies). Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.
* Lay Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung miring sedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang berlawanan. Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian bergerak naik ke atas silih berganti.

Pembagian Pendakian Berdasarkan Pemakaian Alat

Free Climbing
Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik adalah diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan adanya keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti prosedur yang benar. Pada free climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bila jatuh. Dalam pelaksanaanya ia bergerak sambil memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat tersebut ia masih mampu bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian tipe ini seorang pendaki diamankan oleh belayer.

Free Soloing
Merupakan bagian dari free climbing, tetapi sipendaki benar-benar melakukan dengan segala resiko yang siap dihadapinya sendiri.Dalam pergerakannya ia tidak memerlukan peralatan pengaman. Untuk melakukan free soloing climbing, seorang pendaki harus benar-benar mengetahui segala bentuk rintangan atau pergerakan pada rute yang dilalui. Bahkan kadang-kadang ia harus menghapalkan dahulu segala gerakan, baik itu tumpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan free soloing climbing bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang mampu dan benar-benar professional yang akan melakukannya.

Atrificial Climbing
Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor, stirrup, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian sering sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan atau peluang gerak yang memadai.

Sabtu, 07 Maret 2009

GANJA

Ganja

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Untuk ganja sebagai nama kota lihat: Ganja (kota)

Cannabis(Ganja)
Daun Ganja
Daun Ganja
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Urticales
Famili: Cannabaceae
Genus: Cannabis
Spesies: C. sativa
Nama binomial
Cannabis sativa
Linnaeus
Subspecies

C. sativa L. subsp. sativa
C. sativa L. subsp. indica

Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhannarkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). budidaya penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat

Ganja menjadi simbol budaya hippies yang pernah populer di Amerika Serikat. Hal ini biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk khas. Selain itu ganja dan opium juga didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan negara kapitalis terhadap negara berkembang. Di India, sebagian Sadhu yang menyembah dewa Shiva menggunakan produk derivatif ganja untuk melakukan ritual penyembahan dengan cara menghisap Hashish melalui pipa Chilam/Chillum, dan dengan meminum Bhang.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Kontroversi

Kenetralan sebagian atau keseluruhan artikel ini dipertentangkan.
Silakan melihat pembicaraan di halaman diskusi artikel ini.

Di beberapa negara tumbuhan ini tergolong narkotika, walau tidak terbukti bahwa pemakainya menjadi kecanduan, berbeda dengan obat-obatan terlarang yang berdasarkan bahan kimiawi dan merusak sel-sel otak, yang sudah sangat jelas bahayanya bagi umat manusia. Diantara pengguna ganja, beragam efek yang dihasilkan, terutama euphoria (rasa gembira) yang berlebihan, serta hilangnya konsentrasi untuk berpikir diantara para pengguna tertentu.

Efek negatif secara umum adalah bila sudah menghisap maka pengguna akan menjadi malas dan otak akan lamban dalam berpikir. Namun, hal ini masih menjadi kontroversi, karena tidak sepenuhnya disepakati oleh beberapa kelompok tertentu yang mendukung medical marijuana dan marijuana pada umumnya. Selain diklaim sebagai pereda rasa sakit, dan pengobatan untuk penyakit tertentu (termasuk kanker), banyak juga pihak yang menyatakan adanya lonjakan kreatifitas dalam berfikir serta dalam berkarya (terutama pada para seniman dan musisi.

Berdasarkan penelitian terakhir, hal ini (lonjakan kreatifitas), juga di pengaruhi oleh jenis ganja yang digunakan. Salah satu jenis ganja yang dianggap membantu kreatifitas adalah hasil silangan modern "Cannabis indica" yang berasal dari India dengan "Cannabis sativa" dari Barat, dimana jenis Marijuana silangan inilah yang merupakan tipe yang tumbuh di Indonesia.

Efek yang dihasilkan juga beragam terhadap setiap individu, dimana dalam golongan tertentu ada yang merasakan efek yang membuat mereka menjadi malas, sementara ada kelompok yang menjadi aktif, terutama dalam berfikir kreatif (bukan aktif secara fisik seperti efek yang dihasilkan Methamphetamin). Marijuana, hingga detik ini, tidak pernah terbukti sebagai penyebab kematian maupun kecanduan. Bahkan, di masa lalu dianggap sebagai tanaman luar biasa, dimana hampir semua unsur yang ada padanya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Hal ini sangat bertolak belakang dan berbeda dengan efek yang dihasilkan oleh obat-obatan terlarang dan alkohol, yang menyebabkan penggunanya menjadi kecanduan hingga tersiksa secara fisik, dan bahkan berbuat kekerasan maupun penipuan (aksi kriminal) untuk mendapatkan obat-obatan kimia buatan manusia itu. (dari berbagai sumber)

[sunting] Pemanfaatan

Tumbuhan ganja telah dikenal manusia sejak lama dan digunakan sebagai bahan pembuat kantung karena serat yang dihasilkannya kuat. Biji ganja juga digunakan sebagai sumber minyak.

Namun demikian, karena ganja juga dikenal sebagai sumber narkotika dan kegunaan ini lebih bernilai ekonomi, orang lebih banyak menanam untuk hal ini dan di banyak tempat disalahgunakan.

Di sejumlah negara penanaman ganja sepenuhnya dilarang. Di beberapa negara lain, penanaman ganja diperbolehkan untuk kepentingan pemanfaatan seratnya. Syaratnya adalah varietas yang ditanam harus mengandung bahan narkotika yang sangat rendah atau tidak ada sama sekali.

Sebelum ada larangan ketat terhadap penanaman ganja, di Aceh daun ganja menjadi komponen sayur dan umum disajikan.

Bagi penggunanya, daun ganja kering dibakar dan dihisap seperti rokok, dan bisa juga dihisap dengan alat khusus bertabung yang disebut bong.

[sunting] Budidaya

Tanaman ini ditemukan hampir disetiap negara tropis. Bahkan beberapa negara beriklim dingin pun sudah mulai membudidayakannya dalam rumah kaca.

[sunting] Pelafalan dalam bahasa lain

Sebutan lain: marijuana (Bahasa Inggris), tampee (Bahasa Inggris Jamaika), pot, weed, dope atau green stuff (slang bahasa Inggris), cimeng atau gele (slang bahasa Indonesia).

biograffi BOB MARLEY

[Bob Marley Photo]

"I love the development of our music, that's what I
really dig about the whole thing. How we've tried
to develop, y'know? It grows. That's why every day
people come forward with new songs. Music goes on
forever."

--Bob Marley, August 1979

We remember the brilliant and evocative music Bob Marley gave the world; music that stretches back over nearly two decades and still remains timeless and universal. Marley has been called "the first Third World superstar," "Rasta Prophet," "visionary," and" "revolutionary artist." These accolades were not mere hyperbole. Marley was one of the most charismatic and challenging performers of our time.

Bob Marley's career stretched back over twenty years. During that time Marley's growing style encompassed every aspect in the rise of Jamaican music, from ska to contemporary reggae. That growth was well reflected in the maturity of the Wailers' music.

Bob's first recording attempts came at the beginning of the Sixties. His first two tunes, cut as a solo artist, meant nothing in commercial terms and it wasn't until 1964, as a founding member of a group called the Wailing Wailers, that Bob first hit the Jamaican charts.

[Bob Marley Photo]

The record was "Simmer Down," and over the next few years the Wailing Wailers -- Bob, Peter Mclntosh and Bunny Livingston, the nucleus of the group -- put out some 30 sides that properly established them as one of the hottest groups in Jamaica. Mclntosh later shortened his surname to Tosh while Livingston is now called Bunny Wailer.

Despite their popularity, the economics of keeping the group together proved too much and the two other members, Junior Braithwaite and Beverley Kelso, left the group. At the same time Bob joined his mother in the United States. This marked the end of the Wailing Wailers, Chapter One.

Marley's stay in America was short-lived, however, and he returned to Jamaica to join up again with Peter and Bunny. By the end of the Sixties, with the legendary reggae producer Lee "Scratch" Perry at the mixing desk, The Wailers were again back at the top in Jamaica. The combination of the Wailers and Perry resulted in some of the finest music the band ever made. Tracks like "Soul Rebel," "Duppy Conquerer," "400 Years," and "Small Axe" were not only classics, but they defined the future direction of reggae.

[Bob Marley Photo]

It's difficult to properly understand Bob Marley's music without considering Rastafari. His spiritual beliefs are too well known to necessitate further explanation. It must be stated, however, that Rastafari is at the very core of the Wailers' music.

In 1970 Aston Familyman Barrett and his brother Carlton (bass and drums, respectively) joined the Wailers. They came to the band unchallenged as Jamaica's HARDEST rhythm section; a reputation that was to remain undiminished during the following decade. Meanwhile, the band's own reputation was, at the start of the Seventies, an extraordinary one throughout the Caribbean. However, the band was still unknown internationally.

That was to change in 1972 when the Wailers signed to Island Records. It was a revolutionary move for an international record company and a reggae band. For the first time a reggae band had access to the best recording facilities and were treated in the same way as a rock group. Before the Wailers signed to Island, it was considered that reggae sold only on singles and cheap compilation albums. The Wailer's first album, Catch A Fire broke all the rules: it was beautifully packaged and heavily promoted. And it was the start of a long climb to international fame and recognition.

[Bob Marley Photo]

The Catch A Fire album was followed a year later by Burnin', an LP that included some of the band's older songs, such as "Duppy Conquerer," "Small Axe," and "Put In On," together with tracks like "Get Up Stand Up" and "I Shot The Sheriff" (which was also recorded by Eric Clapton, who had a #1 hit with it in America).

In 1975 Bob Marley & The Wailers released the extraordinary Natty Dread album, and toured Europe that summer. The shows were recorded and the subsequent live album, together with the single, "No Woman No Cry," both made the UK charts. By that time Bunny and Peter had officially left the band to pursue their own solo careers.

Rastaman Vibration, the follow-up album in 1976, cracked the American charts. It was, for many, the clearest exposition yet of Marley's music and beliefs, including such tracks as "Crazy Baldhead," "Johnny Was," "Who The Cap Fit" and, perhaps most significantly of all, "War," the Iyrics of which were taken from a speech by Emperor Haile Selassie.

[Bob Marley Photo]

In 1977 Exodus was released, which established Marley's international superstar status. It remained on the British charts for 56 straight weeks, and netted three UK hit singles, "Exodus," "Waiting In Vain," and "Jamming."

In 1978 the band released Kaya, which hit number four on the UK chart the week of its release. That album saw Marley in a different mood -- Kaya was an album of love songs, and, of course, homages to the power of ganja.

There were two more events in 1978, both of which were of extraordinary significance to Marley. In April that year he returned to Jamaica (he had left in 1976 after the shooting that had almost cost him his life), to play the One Love Peace Concert in front of the Prime Minister Michael Manley, and the then Leader of the Opposition Edward Seaga. And at the end of the year he visited Africa for the first time, going initially to Kenya and then on to Ethiopia, spiritual home of Rastafari.

Marley returned to Africa in 1980 at the official initation of the Government of Zimbabwe to play at that country's Independence Ceremony. It was the greatest honor afforded the band, and one which underlined the Wailers' importance in the Third World.

[Bob Marley Photo]

In 1979 the Survival LP was released. A European tour came the following year: the band broke festival records throughout the continent, including a 100,000 capacity show in Milan. Bob Marley & the Wailers were now the most important band on the road that year and the new Uprising album hit every chart in Europe. It was a period of maximum optimism and plans were being made for an American tour, an opening slot with Stevie Wonder for the following winter.

At the end of the European tour, Bob Marley & The Wailers went to America. Bob played two shows at Madison Square Garden but, immediately afterwards he was seriously ill. Cancer was diagnosed.

Marley fought the disease for eight months. The battle, however, proved to be too much. He died in a Miami Hospital on May 11,1981.

A month before the end Bob was awarded Jamaica's Order of Merit, the nations' third highest honor, in recognition of his outstanding contribution to the country's culture.

On Thursday, May 23,1981, the Honorable Robert Nesta Marley was given an official funeral by the people of Jamaica. Following the funeral -- attended by both the Prime Minister and the Leader of the Opposition -- Bob's body was taken to his birthplace where it now rests in a mausoleum. Bob Marley was 36 years old. His legend lives on.

Kamis, 05 Maret 2009

Agenda MAPALA

Tahun 2009

  • Januari :Menyelesaikan Pendataan Mapala dan Pembagian Iuran Ke Tim Delegasi dan Tim Perumus
  • Februari:Publikasi Hasil Audiensi Tim Delegasi dengan DPR RI Komisi VII
  • Maret :Persiapan Peringatan Hari Bumi Sedunia
  • April :Peringatan Hari Bumi Sedunia ( 22 April )
  • Mei :Koordinasi Dengan PID Dalam Mempersiapkan Aksi Nasional Mapala Se-Indonesia
  • Juni :Aksi Nasional Mapala Se-Indonesia ( 5 Juni Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia )
  • Juli :Pembuatan Majalah Mapala
  • Agustus :Rapat Evaluasi dengan PID
  • September :Publikasi TWKM XXI
  • Oktober :Pembuatan LPJ PIN
  • November :TWKM XXI ( tentative )

MY Profile


Nama : BaHriE
Nama asli : Harry Zustiman
Nama panggila
Nama : Bahrie and RiezU
Tinggi badan : ~175
Tanggal lahir : 22 September 1989
Tempat lahir : Sumedang Jatinangor
Status : Single
Hobby: Walking walking to mountains
Kekurangan : Bahrie seorang pelupa,jd harap di maklum.
Tipe cewek favorite : pokona mah mantap weee buat di bawa